Sabtu, 11 Februari 2012

Kisah-kisah Inspiratif


Sang Juru Parkir

Minggu pagi, 15 Januari 2012

Pasar tradisional Perumnas Way Halim, pagi ini lumayan mulai agak diramaikan oleh transaksi jual beli para pedagang dan pembeli. Selain itu keadaan semakin diramaikan pula dengan kehadiran para pengunjung, terutama orang-orang yang sarapan setelah  mereka berolah raga di PKOR Way Halim.

Para penjual makanan seperti penjual ketoprak, mi ayam, bubur ayam, sate padang tampak sibuk. Masing-masing tampak sibuk melayani pembeli yang berjubel di los khusus penjual makanan itu. Apa lagi cuaca mulai tak bersahabat. Hujan rintik-rintik yang berubah semakin deras mulai tercurah dari langit. Banyak orang berlarian mencari tempat berteduh. Los khusus penjual makanan itupun menjadi sasaran mereka. Namun ternyata, tampak seseorang tidak termasuk orang yang berlarian mencari tempat untuk berteduh itu. Ia malah sibuk merapikan deretan sepeda motor yang terparkir di depan los khusus penjual makanan itu. Dia adalah Mr. X. Seorang tukang parkir. Usianya mungkin sekitar 29 tahunan. Namun jika diperhatikan dengan seksama, ternyata pemuda juru parkir tersebut mengalami cacat tubuh. Ia tidak mempunyai tangan sebelah kanan. Namun  demikian, dengan penuh tanggung jawab ia melaksanakan tugasnya sebagai juru parkir meskipun keadaan sedang turun hujan yang mulai turun dengan derasnya ...


Mbak Rus

Senin Pagi, 16 Januari 2012, pkl 08.28 WIB, di dalam bus kota Rajabasa-Panjang

Matahari pagi mulai menyengat. Hari Senin, seperti biasa aku harus kembali menuju tempat tugasku di ujung Lampung. Di dalam bus kota trayek Rajabasa-Panjang penumpang nampak beragam. Dari bapak-bapak, ibu-ibu hingga mbak-mbak yang akan menuju kuliah. Anak sekolah menengah yang biasanya mendominasi isi bus sudah tak nampak. Maklum aku berangkat memang agak kesiangan.

Ketika aku naik bus bertuliskan kaca depan “Xpose” ini, hanya tinggal dua bangku yang tak terisi. Setelah beberapa menit berjalan, sopir bus menepikan sejenak kendaraannya di perempatan lampu merah Way Halim. Di perempatan ini turun dan naik beberapa orang penumpang, termasuk seorang perempuan, yang mungkin usianya 38 tahunan. Dengan membawa tas cangklong warna hitam yang kukira berisi buku atau semacamnya, masalahnya tas itu nampak agak berat. Wanita muda itu naik dari pintu depan bus. Meskipun ada beberapa bangku yang kosong, mbak berbaju orange itu malah tetap berdiri dekat pintu di mana ia naik tadi.

08.40 WIB, dengan terseok sambil “terbatuk-batuk”, bus ini mulai meninggalkan perempatan Way Halim.

Beberapa saat kemudian wanita muda di dekat pintu itu mulai membuka tas hitamnya. Dikeluarkannya sebuah mikrofon wireless, kemudian dibukanya resleting tas cangklung yang dibawanya. Setelah menyampaikan salam, perempuan itu memohon izin kepada awak bus dan penumpang untuk mengamen. Tanpa menunggu persetujuan seisi bus, ia mulai melantunkan sebuah lagu...

“kau yang ku anggap sebagai teman biasa
Tapi kebaikanmuuu... melebihi orang yang kucintai...”

Mendekati jembatan yang melintasi rel kereta api Kampung Baru Unila, perempuan itu sudah selesai dengan aktivitasnya menyanyikan lagu dan meminta sumbangan uang kepada penumpang yang baik hati mau berbagi rezeki dengannya. Kemudian di bangku paling belakang ia nampak duduk dan berbincang dengan seorang penumpang yang tadi ikut berbagi dengannya.
“sudah lama mbak nyanyi?”
“baru dua hari pak.”
“emang suami ke mana mbak?”
“suami lagi dipenjara pak.”
“kasus apa? Narkoba?”
“bukan pak, judi koprok. Cuma sekarang udah bebas, tapi dia enggak mau pulang ke Lampung, mungkin malu. Jadi ya terpaksa saya ngamen buat sekolah anak-anak.”
“oo... zaman sekarang kerja apapun jadilah mbak, yang penting halalkan..? Emang bapaknya di penjara mana mbak?”
“di Bekasi pak, dulu kami ikut ayuk yang di sana. Sekarang bapaknya jadi sopir angkot.”
“aslinya dari mana mbak?”
“ saya dari Pringsewu pak.”
“anaknya sudah kelas berapa mbak?”
“yang besar sudah kelas tiga es-em-a di Ambarawa, yang kecil kelas tiga madrasah tsanawiyah pak.”
“maaf, ngomong-ngomong nama mbaknya siapa ya?”
“nama saya Ruswiyati pak...”

...... pagi itu, di atas sebuah bus kota.... Panjang-Rajabasa.....


Senin pagi, 16 Januari 2012
Pkl 08.59 WIB

Terminal Rajabasa.....

Sang surya yang mulai menyengat, seolah tak peduli akan hiruk pikuk manusia yang mulai memadati terminal bus antar propinsi Terminal Induk Rajabasa.

Penumpang bus ini tinggal beberapa orang termasuk mbak Ruswiyati yang kembali melanjutkan hidupnya. Sebagian penumpang yang lain telah turun di Bundaran Tugu Radin Intan II tadi.

Segera aku menuju loket bus AC Po. Puspa Jaya jurusan Rajabasa – Unit 2.

“jurusan mana pak?” tanya penjaga loket.
“unit dua li”  kataku.
“berapa orang?” tanyanya kemudian.
“satu orang” jawabku.
“dua puluh tujuh ribu.”
Kuserahkan sejumlah uang yang dimintanya.
“makasih li, ngomong-ngomong busnya yang mana li?” tanyaku kemudian.
“yang paling pinggir pak.” Jawabnya

Selanjutnya aku bergerak keluar dari ruangan loket. Di dekat pintu berdiri seorang nenek, yang mungkin berusia sekitar 60 tahunan. Dengan sigap ia menawarkan dagangan yang berada di dalam bopongannya.

“minuman nak”
“inggih mbah (iya mbah)... niki pinten mbah (ini berapa mbah)?” tanyaku sambil menunjuk salah satu merk minuman yang ditawarkannya.
“gangsal ewu nak (lima ribu nak).” Jawabnya
Segera kubayar harga yang disebutkan siembah itu.
“mugi-mugi laris mbah (moga-moga laris mbah).” Kataku.
“injeh nak, mugi-mugi selamet dugi tujuan (iya nak, moga-moga selamat sampai tujuan).” Kata mbah A itu kemudian

Mr. x, mbak Rus, mbah A...
mereka adalah orang-orang yang tidak pantang menyerah kepada keadaan...
mereka adalah orang-orang hebat, orang-orang yang  sanggup mengemban janjinya untuk berjuang mengais rezeki yang halal ditengah  padang pasirnya dunia ini... salut untuk mereka...
tidak seperti “orang-orang di sana” yang mencuri uang rakyat...
menggerogoti pondasi ekonomi negara ini...
yang tidak merasa malu terhadap mr. X, mbak Rus dan mbah A...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar