Selasa, 24 Januari 2012

Wanita Seindah Hasna 'Tsurayya



Pemuatan cerpen berikut ini,  sudah atas perkenan pengarangnya


Wanita Seindah Hasna’ Tsurayya

Hasna mau ikut!” rajuknya kepada Kakaknya itu.
Wajah kakak laki – lakinya itu masih diam membetut, alisnya bersinggungan mengkerut – kerut tak jelas.
Ayolah Kak, Hasna ikut ya. Hasna kuat kok, sekarung berasnya mbok Ijah aja sanggup Hasna angkat” jelasnya merayu kakak nya yang tak kunjung luluh.
Apa karena Hasna wanita?” katanya kemudian sambil memasang wajah memelas andalannya berharap Kakaknya mau mengajaknya.
Iya” akhirnya Kakaknya yang duduk disampingnya itu mengucapkan satu kata.
Wajah Hasna berubah seketika dan ia terdiam. Bulan menampakkan jelas malam itu, ada bercak – bercak seperti noda di dalamnya. Para bintang bertebaran sepanjang mata memandang di langit. Mereka hanya memanjakan mata melihat pesona bulan dan para bintang itu, duduk berdua di teras rumah mereka. Pesona itu sedikit meredam amarahnya untuk kesekian kalinya dalam menghadapi kakaknya yang kepala batu itu. Hanya hening yang menjawab antara Hasna dan kakaknya itu.
+++++>
“Aku benci ama kak Daffa” kalimat itu terlontar tiba – tiba di depan lelaki bertubuh tegap di sampingnya.
Apa karena aku wanita, kenapa wanita selalu dinomor duakan dan dipandang sebelah mata”
Dan Hasna berceloteh sendiri di depan Farras. Farras hanya diam dan terkadang manggut – manggut mengiyakan pernyataan Hasna. Farras berpikir mungkin si Hasna lagi kejatuhan bulan, maka emosinya labil. Farras adalah sepupu sekaligus tetangga Hasna.
Istighfar, Na” sesekali Farras memotong pembicaraan Hasna yang mulai panjang kali lebar sama dengan luas itu.
Gadis berkerudung pink itu akhirnya diam. Hasna berpikir mungkin diam adalah senjata paling efektif untuk meredamkan emosi.
Matahari makin condong ke barat, bersembunyi di balik pohon rindang di hadapan mereka. Jalanan setapak itu mulai sepi. Merekapun mulai berjalan dengan cepat untuk pulang ke rumah bersama. Wajah mereka sama – sama terlihat layu. Layu karena lelah menghadapi mata kuliah yang begitu padat. Namun terkadang wajah Hasna terlihat berpikir keras. Matanya menatap tajam, bibirnya manyun dan keningnya mulai berkerut.
Aku terkadang lelah jadi wanita, aku merasa tidak bebas”
Kata – kata itu seperti menggores hati Farras. Farras menghentikan langkahnya. Ia ingin sekali berkata, namun lagi – lagi mulutnya terkatup rapat seperti ada yang mengganjal di tenggorokannya. Ia kaku sejenak tak mengira seorang gadis seperti Hasna mengeluarkan kalimat frontal seperti itu. Farras pun menggerakkan kakinya kembali dan menyusul Hasna yang sudah mendahuluinya beberapa langkah. Hening lagi – lagi menjawab.
+++++>
Farras mengintip dari balik jendela kamarnya, dilihatnya Hasna sedang membaca buku di depan teras rumah. Farras kemudian mengambil sebuah buku bersampul putih dan pergi meninggalkan kamarnya.
“Na, ke gubuk di sawahnya mbok Ijah yuk” tiba – tiba Farras telah berada di hadapan Hasna.
Hasna langsung meraih sandalnya dan pergi mengikuti langkah Farras. Letak sawah Mbok Ijah memang tidak begitu jauh dari rumah mereka. Mereka sering sekali menghabiskan waktu di sana, apalagi ketika mereka SMP; memancing bersama dengan Kak Daffa atau membantu panen mbok Ijah.
Suara alam yang menjernihkan pikiran mulai mereka dengar. Langkah Farras mulai melambat ketika tepian sawah mulai ditapakinya. Kakinya beradu dengan gelagah dan rerumputan yang rimbun menutupi jalanan setapak itu. Hasna mengikutinya dengan hati – hati dan menjaga keseimbangan di jalan yang sempit. Terkadang Hasna harus menjinjing roknya sedikit agar tidak terciprat lumpur sawah.
Dari kejauhan mulai terlihat gubuk beratap jerami. Gubuk yang tidak begitu besar hanya dua kali dua meter terletak di tengah sawah. Matahari kian meninggi. Jilatan – jilatan senyumnya menciptakan pantulan kristal di kali kecil. Burung – burung yang sedang sibuk mencari bulir – bulir padi yang siap panen itu terbang berhamburan ketika Hasna dan Farras melewati jalan setapak.
Na, Kak Daffa. Kapan pulang dari pendakian?” tanya Farras tiba – tiba ketika sampai di gubuk itu.
Minggu depan, kok kamu gag ikut Ras?”
Banyak tugas” jawabnya datar.
Aku jengkel! gag dapat izin dari kak Daffa”
Farras hanya diam tidak menanggapi kalimat yang keluar dari mulut mungil Hasna. Farras hanya mematung menatap pemandangan di hadapannya. Pemandangan hijau kekuniangan dan biru itu terlukis apik di hadapan mereka, angin berhawa panas kian riuh mengibarkan jilbab berwarna vanilla milik gadis berwajah ayu itu. Mereka sibuk dengan buku mereka masing – masing. Sesekali mereka beranjak membenarkan posisi sambil menengadah langit dan kemudian melanjutkan bacaan mereka lagi.
Ada yang ingin aku klarifikasi Na” celetuk lelaki berkulit putih itu tiba – tiba.
Hah” pandangan Hasna seketika menoleh Farras.
Kenapa kamu tidak bersyukur menjadi wanita?” raut muka Farras tiba – tiba makin serius.
Aku merasa tidak bebas, Ras. Apalagi konsep wanita dimata kak Daffa. Wanita bagi kak Daffa itu seperti dipandang sebelah mata, kaum yang lemah. Pergi jauh, gag boleh. Pergi malam, dilarang. Sekolah tinggi, ujung – ujungnya jadi pelayan suami ketika berkeluarga. Belum lagi sakit datang bulan dan melahirkan. Kak Daffa juga bilang kata hadis Bukhari. Tidak akan sukses suatu kaum yang mengangkat seorang wanita sebagai pemimpin “ jelasnya dengan wajah kesal.
Farras hanya senyum – senyum mendengar Hasna mulai berbicara tak berhenti.
Mana di neraka, spesies paling banyak wanita. Kenapa sih mesti wanita” lanjut gadis tinggi itu sambil memasang wajah cemberutnya.
Hushhh…Jadi kamu beranggapan jadi wanita itu sengsara?” tanya sepupu itu.
Sedikit…lebih sengsara dari pria” jawab gadis itu ragu – ragu.
Ada satu hal yang kamu lupa dan itu sangat mendasar” Farras mulai menutup buku bacaannya itu secara perlahan dan melempar pandangannya ke birunya langit.
Hah” Hasna tercengang dan ia mulai menunduk.
Wanita itu istimewa. Surga itu di telapak kaki ibu. Ibu adalah seorang wanita. Setiap pria lahir dari rahim seorang Ibu” Farras melantunkan kata itu dengan halus.
Mau dengar konsepku tentang wanita?” tanya Farras kemudian sambil memperhatikan Hasna yang mulai berpikir.
Alloh menciptakan wanita memang terlihat rapuh dan lembut, namun sebenarnya ia lebih kuat dari pria. Bayangkan saja wanita lebih lama bekerja dibandingkan pria. Kau bisa tengok Umi-ku dirumah yang berkerja nonstop 24 jam untuk keluarganya. Banyak orang bilang wanita itu penuh dengan air mata. Memang, namun air mata itu salah satu untuk mengekspresikan kegembiraan, penderitaan, kesepian, kegalauan, cinta dan kebanggaan. Hatinya akan menangis mendengar berita sedih. Ia akan menangis jika anaknya menjadi pemenang. Ia akan begitu bahagia mendengarkan kelahiran. Ia dapat tersenyum bahkan hatinya sedang menjerit. Menyanyi walau hatinya menangis. Ia akan selalu tampak tegar menyemangati suaminya ketika gagal. Ia selalu punya kekuatan untuk mengatasi hidup. Ia tahu bahwa sebuah pelukan untuk suaminya dan untuk keluarganya dapat menyembuhkan luka”.
Ternyata pikiranku sangat sempit” kata gadis itu sambil memainkan ujung jilbabnya dengan jari – jemarinya. Hasna mencermati setiap perkataan Farras. Air matanya mulai mengalir membelai wajah ayunya. Farras hanya diam sejenak dan melanjutkan perkataannya.
Aku pernah membacanya dari internet” kemudian Farras melanjutkan kata – katanya.
Wanita…dengan kecantikanmu, ia lebih elok dari matahari.
Dengan akhlakmu engkau lebih harum dari haruman.
Dengan rendah hatimu, engkau lebih tinggi dari rembulan.
Dengan kelembutanmu, engkau lebih halus dari rintik hujan.
Aku ingin jadi wanita sholehah” desah gadis itu, ia pun tersenyum dan wajahnya mulai tampak berseri seperti mentari yang mulai muncul dari balik ilalang.
Farras hanya tersenyum simpul melihat saudari yang dikasihinya itu. Angin mengalun – alun ditelinga mereka, menyesap dari sela – sela padi yang makin menua. Sibakan – sibakan padi itu serempak mengikuti arah angin. Awan seputih kapas itu terlihat merubah diri setiap detik mirip dengan benda maupun makhluk dikehidupan. Mentari mulai bergeser dari posisinya dan akan bertemu dengan cakrawala di ufuk barat. Rona – rona sepia mula terkanvas menyemburat di langit yang mulai kelabu.
++++>
“Assalamuallaikum”
Suara yang begitu dikenal Hasna itu terdengar sayup di balik pintu rumahnya.
“Wallaikumsalam” balas Hasna dengan segera membukakan pintu untuk Kakaknya itu.
Hasna mengambil segelas air putih dari dapur dan kembali menemui kakaknya itu. Kemudian ia sibuk kembali menyetrika pakaian. Wajah kakaknya seakan penuh tanya. Sepertinya ada yang berubah dari adik yang biasanya kritis itu. Daffa masih memandang wajah Hasna dan berpikir hal apa yang merubah sifat adiknya yang biasanya marah – marah jika keinginannya tidak dipenuhi menjadi begitu berseri.
Sebenarnya kakak mau mengajak kamu naik gunung itu, Na. Tapi…semuanya kan teman cowok kakak jadi…” kata pria berahang jelas seperti tepian es itu.
Hasna tahu. Kakak pasti tahu yang terbaik untuk Hasna. Hasna bersyukur kok menjadi wanita” jawab gadis itu sambil tersenyum manis memandang keluarga kandung satu – satunya itu.
Mereka memandang satu sama lain dengan penuh makna. Berbalas senyum persaudaraan yang mungkin telah lama mereka tak lakukan setelah Ayah dan Ibunya meninggal karena kecelakaan beberapa tahun yang lalu.
Kamu tahu, Na. Kenapa Ayah dan Ibu memberimu nama Hasna Tsurayya?” tanya Daffa sambil melepaskan kedua sepatunya.
Hasna menghentikan sejenak kegiatan menyetrikannya.
Hmm…artinya kumpulan bintang yang indah?” jawab Hasna sambil menggaruk kepalanya padahal tidak terasa gatal.
Ayah dan Ibu ingin kamu seperti itu. Wanita yang indah dipandang tapi sulit diraih seperti kumpulan bintang yang indah. Wanita itu istimewa, Na” terang kakaknya yang mulai bangun dari tempat duduknya sambil membereskan peralatan kemahnya.
Wanita itu sesuatu yang paling sulit untuk dijaga karena dia itu sangat berharga. Talmud Hibrani pernah menerangkan untuk tidak boleh membuat wanita menangis karena Tuhan menghitung butir – butir air matanya. Kalau pernyataan ini kamu pasti sering dengar, wanita itu diciptakan dari rusuk lelaki, bukan dari kakinya untuk menginjaknya, tidak dari kepalanya untuk menguasainya, tetapi disisinya agar keduanya menjadi setara, dalam dekapanya untuk melindunginya, dalam relung hati untuk mencintainya” terang kakaknya sembari mondar – mandir ke kamar mandi membereskan pakaiannya.
Tenang, kak! Aku bangga menjadi wanita apalagi jika bisa seindah Hasna’ Tsurayya” desah gadis sunda itu dengan senyum manjanya yang khas kepada kakaknya yang dicintainnya.
Jadilah gadis yang baik hingga kau menemukan suamimu dan jadilah istri dan ibu yang baik pula, Na. Selalu pelihara sifat baikmu dan rubahlah perlahan sifat yang dibenci Alloh” kata kakaknya kemudian menghilang ke arah dapur.
Kata – kata kakaknya itu akan diingat Hasna selalu.



Pengarang :
Nama : Yuni Ambarwati Atmo
Nama Pena : Amrana Adibah Atmo
TTL : Kota Agung, 10 Juni 1989
Alamat : Desa Serdang Blok 4 A, RT 01/ RW 04 Kec. Tanjungbintang Kab. Lampung Selatan, Lampung Kode Pos 35 361
Kantor : Puskesmas Margojadi, Kec. Mesuji Timur Kab. Mesuji
No. handphone : 085381236xxx/085768643xxx
E-mail : yuniambarwatiatmo@yahoo.com
Alamat Jejaring : Facebook/Yuni Ambarwati
Twitter/Hasna Tsurraya

Namaku Yuni Ambarwati, namaku di dunia kepenulisan Amrana Adibah Atmo,.. hehe. Tidak tahu dapat hikmah apa namanya jadi bagus begitu. Yang pasti aku ingin berkreasi disunia seni dan menciptakan sesuatu yang indah. Makhluk yang serba kurang proporsional dan pencinta film yang sering berandai-andai jadi film maker. Lalu berpikir untuk memulainya dengan menulis, karena juga memiliki hoby merangkai kata, ternyata malah jatuh cinta dengan dunia ini. I’m only a little girl tapi berharap memiliki imajinasi besar dan menjadi penulis sungguhan.
___________________________________________________________________________

Tidak ada komentar:

Posting Komentar